Alhamdulillah
hari ini masih diberikan nikmat iman dan islam semoga begitu juga dengan
pembaca blog ini. Kali ini kembali saya mencoba membahas tentang hukum islam
tepatnya tentang Hukum Islam Merayakan Tahun Baru Masehi. Tahun lalu saya sudah
posting mengenai Perayaan Tahu Baru, akan tetapi lebih ke soal pengertian
dan sejarah Tahun Baru saja.
Nah,
kali ini saya tulis lebih dalam lagi. Tulisan ini saya peroleh dari berbagai
sumber yang menjelaskan hukum Perayaan Tahun Baru Masehi yang diharamkan oleh
Islam dengan alasan menyangkut Aqidah. Untuk memperjelas hukum tersebut untuk
saya sendiri maupun pembaca blog ini maka saya repost tulisan ini. Berikut
tulisan tentang Hukum Hukum Islam Merayakan Tahun Baru Masehi
Hukum
Islam Tentang Merayakan Tahun Baru Masehi
Ada
sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru masehi.
Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat.
1.
Pendapat yang Mengharamkan
Mereka
yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa
argumen.
a.
Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Bahwa
perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para
pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak
masuknya ajaran agama Nasrani ke Eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan)
masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru.
Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah
oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir nabi Isa.
Walhasil,
perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir.
Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.
b.
Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Meski
barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya,
namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu
sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram
hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Siapa
yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian
dari mereka.
c.
Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit
dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum
khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk
menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam
untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran
untuk shalat malam.
Maka
mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk
mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan
para ahli maksiat.
d.
Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Bid`ah
Syariat
Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah syariat yang lengkap dan sudah
tuntas. Tidak ada lagi yang tertinggal.
Sedangkan
fenomena sebagian umat Islam yang mengadakan perayaan malam tahun baru Masehi
di masjid-masijd dengan melakukan shalat malam berjamaah, tanpa alasan lain
kecuali karena datangnya malam tahun baru, adalah sebuah perbuatan bid'ah yang
tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan salafus shalih.
Maka
hukumnya bid'ah bila khusus untuk even malam tahun baru digelar ibadah ritual
tertentu, seperti qiyamullail, doa bersama, istighatsah, renungan malam,
tafakkur alam, atau ibadah mahdhah lainnya. Karena tidak ada landasan
syar'inya.
2.
Pendapat yang Menghalalkan
Pendapat
yang menghalalkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru
Masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung
niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka
hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak
ada larangannya.
Mereka
mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari natal. Kenyataannya
setiap ada tanggal merah di kalender karena natal, tahun baru, kenaikan Isa,
paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah.
Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, departemen Agama RI dan
institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur. Apakah liburnya umat
Islam karena hari-hari besar kristen itu termasuk ikut merayakan hari besar
mereka?
Umumnya
kita akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau kita niatkan untuk
merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka
hukumnya boleh-boleh saja.
Demikian
juga dengan ikutan perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan
ikut-ikutan tradisi bangsa kafir, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat
yang demikian, tidak mengapa hukumnya.
Adapun
kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan
serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan
maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan
merayakan malam tahun barunya.
Misalnya,
umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif,
seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan
lingkungan dan sebagainya.
Demikianlah
ringkasan singkat tentang perbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang
hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.
Wallahu
a'lam bishshawab,
Terlepas
dari pendapat Hukum Islam Tentang Merayakan Tahun Baru Masehi diatas semua
keputusan kembali kepada pribadi masing-masing, apa masih akan ikut merayakan
perayaan tahun baru atau meninggalkannya. Kalau saya sih mending di rumah kumpul
bersama anak-istri sambil mengintopeksi diri segala kekurang ditahun sebelumnya
untuk diperbaiki ditahun berikutnya (tahun baru).